Bismillah. Segala puji hanya milik Allah yang melimpahkan banyak karunia dan nikmat kepada masing-masing hamba-Nya. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad ﷺ beserta segenap keluarga dan sahabat beliau serta siapa saja yang mengikuti sunah beliau hingga hari akhir kelak.
Berikut ini dua faedah untuk hari ke-3 dari program 30 hari menulis faedah di blog Alukatsir.com:
Faedah 7:Genap satu semester saya mengajar mahasiswa STDI Imam Syafi’i Jember secara online. Banyak hal yang saya pelajari dari kegiatan belajar-mengajar bersama mereka.
Saya diberi kesempatan oleh pihak STDI Imam Syafi’i untuk mengampu 3 mata kuliah di 6 kelas dari dua prodi yang berbeda: Al-Iman untuk kelas A & B (semester 5), Akidah Islamiyah untuk kelas A & C (semester 3) di prodi Ilmu Hadits, dan Asma wa Shifat untuk kelas C & D (semester 3) di prodi Ahwal Syakhshiyah.
Penyampaian materi dan diskusi diwajibkan dalam bahasa arab. Alhamdulillah tantangan mengajar dalam bahasa arab bukanlah sesuatu yang baru bagi saya pribadi karena sebelumnya saya pernah mengajar kelas malam untuk ekspatriat dari beragam kewarganegaraan yang tinggal di Madinah -saya pernah angkat sepenggal kisah tentang mereka di blog ini-.
Namun yang membedakan antara dulu dan sekarang adalah peserta didik sekarang berada di level yang lebih tinggi di mana rata-rata mereka telah memiliki pengetahuan bahasa arab dan agama yang cukup baik.
Selain itu, persiapan untuk mengajar mereka pun juga lebih banyak dibanding persiapan mengajar program kelas malam di Universitas Islam Madinah di mana saya sudah mengundurkan diri dari mengajar pada tahun 2021 karena ingin fokus menyelesaikan disertasi.
Banyak hal yang saya dapat pelajari dari mengajar satu semester di STDIIS tersebut, mulai dari tantangan menyiapkan materi dengan baik, memahamkannya kepada peserta didik, menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, memberi tugas kepada mereka, menyiapkan soal-soal ujian di platform E-Learning hingga menginput nilai di platform Sisita. Mungkin itulah sekelumit kesibukan yang akan saya dapati ketika memilih untuk menjadi dosen setelah menyelesaikan kuliah doktoral -semoga Allah mudahkan saya untuk meraihnya-.
Intinya, mengajar di jenjang sekolah tinggi akan mendorong keilmuan kita ke arah yang lebih baik dan menjadi kesempatan berharga untuk menyampaikan ilmu yang telah didapat secara leluasa dan mendalam karena tingkatan pembelajar yang cukup untuk menerimanya. Berbeda halnya ketika kita menyampaikannya dalam bentuk kajian di masjid di mana penyimaknya memiliki latar belakang dan wawasan yang bertingkat-tingkat sehingga seorang dai mesti memperhatikan hal ini.
Faedah 8:
Ketika berada di Masjid Nabawi atau pelatarannya, beberapa kali saya disapa oleh mantan murid-murid saya di program kelas malam. Mereka dengan usia dan profesi serta kewarganegaraan yang berbeda-beda tidak ragu untuk menyapa saya walaupun mereka telah lulus beberapa tahun lalu.
Ada yang tiba-tiba mendatangi saya ketika tengah duduk di dalam Masjid Nabawi lalu menanyakan kabar saya. Beberapa saat saya berusaha mengingat-ingat nama orang yang sedang menggenggam erat tangan saya namun namanya belum kunjung ada di pikiran saya. Saya pun memintanya untuk mengingatkan saya tentang namanya kemudian menanyakan kabarnya. Ia menjawab dengan penuh semangat bahwa dirinya sekarang menjadi mahasiswa di Universitas Islam Madinah setelah belajar di kelas malam.
Ada juga yang memanggil-manggil nama saya dari belakang ketika saya berjalan di pelataran Masjid Nabawi. Setelah saya tengok ke arah suara itu berasal, ternyata seorang pria paruh baya dengan jenggot yang lebat melemparkan senyumnya kepada saya.
“Kaifa hal ya ustaz?” Begitu ia memulai obrolan kami. Saya pun menjawab pertanyaannya lalu balik menanyakan keadaannya. Saya belum sempat menanyakan namanya, ia sudah menyebutkan namanya sembari berkelakar apakah saya masih ingat dia. Sebelum berpisah, ia menawarkan kepada saya agar mampir ke bengkel tempatnya bekerja barangkali saya membutuhkannya suatu hari; saya pun hanya mengucapkan terimakasih sambil mendoakannya ketika kami berpisah.
Dan masih banyak hal terkait mereka yang pernah belajar di kelas malam inisiasi dari Biro Pelayanan Masyarakat Universitas Islam Madinah yang belum bisa ditulis pada postingan kali ini.
Pelajaran yang saya petik di sini ialah bahwa terkadang bisa jadi guru/ syekh saya lupa terhadap saya disebabkan banyaknya murid yang pernah diajar, akan tetapi bagi murid seperti saya hendaknya selalu mengingat guru/ syekh yang pernah mengajar saya sembari mendoakan kebaikan untuk mereka dan menyapa mereka jika bertemu pada suatu kesempatan; bukan malah menghindar.
Demikian 2 faedah yang saya dapat tuangkan pada hari ini. Semoga mendatangkan manfaat bagi penulisnya dan pembacanya.
O iya ada doa yang bagus sekali untuk dipanjatkan, apalagi jika sedang menempuh pendidikan dan mengalami kesulitan paham. Doa ini seringkali dipanjatkan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagaimana diceritakan oleh muridnya, Ibnul Qayyim dalam I’lam Al-Muwaqqi’in:
اللهم يا معلم إبراهيم علمني
Bacanya: “Allahumma ya Mu’allima Ibrahima ‘allimni.”
Artinya: “Wahai Allah, wahai Yang mengajari Ibrahim, ajarilah aku.”
Ada pula redaksi lain dari doa ini:
اللهم يا معلم آدم علمني ويا مفهم سليمان فهمني
Bacanya: “Allahumma ya Mu’allima Adama ‘allimni, wa ya Mufahhima Sulaimana fahhimni.”
Artinya: “Wahai Allah, wahai Yang mengajari Adam, ajarilah aku. Wahai Yang memahamkan Sulaiman, pahamkanlah aku.”
Semoga bermanfaat.
Kota Nabi, 17 Januari 2023
Syadam Husein Alkatiri
0 Komentar