Untuk bahagia atas nikmat dan pencapaian pun juga memerlukan ilmu
[Penjelasan terkait dua jenis rasa bahagia berdasar ayat 36 dari Surat Ar-Rum]
Ketika berhasil meraih suatu nikmat besar atau pencapaian tinggi dalam hidup, seseorang tentu merasakan kebahagian di dirinya.
Ketika mampu mencapai prestasi di dunia pendidikan, baik sebagai pembelajar atau pun pengajar…
Ketika berhasil meniti tangga karir yang lebih tinggi atau mendapat pekerjaan bagus…
Ketika sukses menikahi pasangan yang diidam-idamkan dan rupawan…
Ketika berhasil sembuh dari penyakit yang diderita sekian lama…
Ketika bisa membeli dan memiliki barang mewah nan mahal…
Pada umumnya, sesorang merasa bahagia karena pencapaiannya itu. Senyum sumringah terlukis di wajahnya setelah mendapat nikmat demi nikmat tersebut.
Tetapi, tahukah Anda bahwa rasa bahagia ketika mendapat nikmat dengan ragam dan bentuknya itu berpotensi mengantarkan Anda kepada satu dari dua garis akhir:
Pertama, berakhir pada keridaan Allah
Kedua, berakhir pada kebencian Allah
Oleh karenanya, kita perlu memperhatikan jenis bahagia yang kita rasakan; untuk bahagia pun juga perlu ilmu agar tidak salah langkah.
Simaklah ayat Al-Quran berikut beserta tafsirnya yang disadur dari penjelasan para ulama tafsir terkemuka:
وَإِذَآ أَذَقۡنَا ٱلنَّاسَ رَحۡمَةٗ فَرِحُواْ بِهَاۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ إِذَا هُمۡ يَقۡنَطُونَ
“Apabila Kami berikan suatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa.” QS. Rum: 36
قال البغوي في تفسيره (٦/٢٧٢):
﴿وإذا أذَقْنا النّاسَ رَحْمَةً﴾ أيْ: الخِصْبَ وكَثْرَةَ المَطَرِ، ﴿فَرِحُوا بِها﴾ يَعْنِي فَرَحَ البَطَرِ ﴿وإنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ﴾ أيِ: الجَدْبُ وقِلَّةُ المَطَرِ ويُقالُ: الخَوْفُ والبَلاءُ﴿بِما قَدَّمَتْ أيْدِيهِمْ﴾ السَّيِّئاتِ، ﴿إذا هُمْ يَقْنَطُونَ﴾ يَيْأسُونَ مِن رَحْمَةِ اللَّهِ، وهَذا خِلافُ وصْفِ المُؤْمِنِ، فَإنَّهُ يَشْكُرُ اللَّهَ عِنْدَ النِّعْمَةِ، ويَرْجُو رَبَّهُ عِنْدَ الشِّدَّةِ.
Imam Baghawi rahimahullah berkata: “Apabila kami berikan suatu rahmat berupa lahan yang subur dan curah hujan yang banyak kepada manusia, mereka merasakan kebahagian yang mengandung kesombongan. Sebaliknya, apabila mereka tertimpa keburukan berupa paceklik, kemarau, ketakutan, dan bencana akibat dosa-dosa yang mereka lakukan, mereka langsung berputus asa dari rahmat Allah. Ini tentu berseberangan dengan sifat mukmin yang apabila mendapat kenikmatan ia segera bersyukur, dan apabila mendapat kesulitan ia tetap menjaga harapan kepada Tuhannya.”
قال السعدي في تفسيره (ص٦٤٢):
يخبر تعالى عن طبيعة أكثر الناس في حالي الرخاء والشدة أنهم إذا أذاقهم الله منه رحمة من صحة وغنى ونصر ونحو ذلك فرحوا بذلك فرح بطر، لافرح شكر وتبجح بنعمة الله.
Syekh Sa’dy rahimahullah berkata: “Allah memberitahukan tentang tabiat sebagian besar manusia ketika menghadapi dua keadaan: kemudahan dan kesulitan. Apabila mereka diberi rahmat berupa kesehatan, kekayaan, kejayaan, dan sebagainya, mereka berbahagia atas nikmat tersebut akan tetapi kebahagian itu berlandaskan kesombongan, bukan berlandaskan rasa syukur atas nikmat dari Allah.”
Dari sini dapat disimpulkan bahwa rasa bahagia atas suatu nikmat dan pencapaian ada dua:
1. Rasa bahagia yang berlandaskan rasa syukur dan pengakuan terhadap karunia dan kemurahan Allah pada dirinya.
2. Rasa bahagia yang berlandaskan rasa bangga diri dan sombong atas keberhasilannya.
Berhubung kita telah mengetahui dua perbedaan dua jenis rasa bahagia atas suatu nikmat dan pencapaian hidup, maka bijaklah dalam memilih bentuk kebahagiaan kita; jangan sampai terjerumus ke dalam jenis kebahagiaan yang mengantarkan kita kepada murka Allah.
Berbahagialah atas setiap nikmat yang Anda rasakan dan dapatkan, tetapi hendaknya rasa bahagia itu berasaskan syukur kepada Allah.
Semoga bermanfaat.
#tauhid
#alukatsir
0 Komentar