Imam Baihaqi rahimahullah menjelaskan perbedaan antara menjadi terkenal yang diniatkan sedari awal dengan terkenal yang tidak diniatkan sama sekali. Di buku Az Zuhd Al Kabir (hal. 92), beliau menjabarkan:
“Hal terburuk adalah saat seseorang mencari-cari ketenaran. Adapun jika ketenaran itu berasal dari Allah tanpa seseorang terbesit niat untuk menggapainya maka ini tidak jadi masalah.
Namun perlu diingat, ketenaran itu bisa jadi fitnah bagi orang yang lemah (hatinya, pent). Hal ini laksana seorang perenang yang belum berpengalaman dan handal. Ketika ada orang lain yang tidak bisa berenang kemudian mengandalkannya agar selamat ke tepian maka mereka berdua bisa jadi akan sama-sama tenggelam.
Sedangkan seorang perenang yang handal dan berpengalaman, ketika ia memutuskan untuk menolong orang-orang yang tidak bisa berenang niscaya ia mampu menyelamatkan mereka.”
Demikian juga Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah, di buku Jami’ Al Ulum wa Al Hikam (1/83), beliau pernah menyatakan perihal bahasan ini:
“Jika seseorang melakukan suatu amalan karena ikhlas untuk Allah semata kemudian Allah tumbuhkan respon yang baik dan pujian indah di hati orang-orang beriman untuknya (tanpa diharapkannya, pent), dan ia-pun merasa senang dengan karunia dan rahmat Allah tersebut, maka yang seperti ini tidak membahayakannya (keikhlasannya, pent).”
Dialih-bahasakan dari tulisan:
ما يتوهم قدحه في الإخلاص للدكتور عارف السحيمي (ص٧-٨)
Catatan:
Yang dapat memahami dan menilai apakah kita ini ‘perenang handal’ atau justu ‘perenang amatir’ adalah kita sendiri; jangan malah mengambil penilaian orang lain yang tidak mengetahui hakikat asli kita.
Maka, cobalah jujur dengan diri kita dan kuatkan hati untuk menepis nafsu ‘terselubung’ sebelum dan sesudah beramal. Jika belum sanggup untuk itu maka tempuhlah jalan yang lebih selamat untuk diri kita terlebih dahulu agar tidak ‘tenggelam’ nantinya.
Karena sejatinya, yang betul-betul mengetahui isi hati setiap kita adalah Allah kemudian diri kita masing-masing; bukan orang lain.
Semoga bermanfaat.
#alukatsir
@alukatsir
“Hal terburuk adalah saat seseorang mencari-cari ketenaran. Adapun jika ketenaran itu berasal dari Allah tanpa seseorang terbesit niat untuk menggapainya maka ini tidak jadi masalah.
Namun perlu diingat, ketenaran itu bisa jadi fitnah bagi orang yang lemah (hatinya, pent). Hal ini laksana seorang perenang yang belum berpengalaman dan handal. Ketika ada orang lain yang tidak bisa berenang kemudian mengandalkannya agar selamat ke tepian maka mereka berdua bisa jadi akan sama-sama tenggelam.
Sedangkan seorang perenang yang handal dan berpengalaman, ketika ia memutuskan untuk menolong orang-orang yang tidak bisa berenang niscaya ia mampu menyelamatkan mereka.”
Demikian juga Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah, di buku Jami’ Al Ulum wa Al Hikam (1/83), beliau pernah menyatakan perihal bahasan ini:
“Jika seseorang melakukan suatu amalan karena ikhlas untuk Allah semata kemudian Allah tumbuhkan respon yang baik dan pujian indah di hati orang-orang beriman untuknya (tanpa diharapkannya, pent), dan ia-pun merasa senang dengan karunia dan rahmat Allah tersebut, maka yang seperti ini tidak membahayakannya (keikhlasannya, pent).”
Dialih-bahasakan dari tulisan:
ما يتوهم قدحه في الإخلاص للدكتور عارف السحيمي (ص٧-٨)
Catatan:
Yang dapat memahami dan menilai apakah kita ini ‘perenang handal’ atau justu ‘perenang amatir’ adalah kita sendiri; jangan malah mengambil penilaian orang lain yang tidak mengetahui hakikat asli kita.
Maka, cobalah jujur dengan diri kita dan kuatkan hati untuk menepis nafsu ‘terselubung’ sebelum dan sesudah beramal. Jika belum sanggup untuk itu maka tempuhlah jalan yang lebih selamat untuk diri kita terlebih dahulu agar tidak ‘tenggelam’ nantinya.
Karena sejatinya, yang betul-betul mengetahui isi hati setiap kita adalah Allah kemudian diri kita masing-masing; bukan orang lain.
Semoga bermanfaat.
#alukatsir
@alukatsir
0 Komentar