Waswas harus dilawan, tidak boleh dibiarkan. Setiap orang yang Allah berikan ujian berupa penyakit waswas adalah orang yang mampu untuk mengemban ujian tersebut. Cepat atau lambat, ia akan menemukan formula yang tepat untuk menyembuhkan dan menghilangkan waswas dari dirinya.
Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah, saya akan membahas bahasan seputar suplemen hati yang dapat menguatkan dan membantu siapa saja yang sedang berjuang melawan waswasnya sekaligus terapi yang ampuh untuk menghilangkannya. Semoga penjabaran berikut ini bisa membantu pembaca sekalian untuk menemukan titik terang dari permasalahan seputar waswas dan cara membasminya.
***
SUPLEMEN HATI UNTUK ORANG YANG TERKENA WASWAS
Asal mula penyakit waswas muncul di pikiran kebanyakan orang yang tertimpa waswas dalam beribadah itu bermuara pada kekeliruan mereka dalam memahami kehati-hatian dalam beribadah.
"Ketimbang wudhu saya tidak sempurna, lebih baik saya ulang lagi biar lebih mantap; toh tidak berat untuk mengulangnya sebentar", pikir seseorang yang mulai dipengaruhi oleh setan dan menjadi sasaran empuknya untuk disuntikkan benih-benih waswas, "Daripada shalat saya tidak sah, mending saya ulangi sekali lagi bacaan Al-Fatihah saya biar lebih yakin dan sah".
Berhati-hati dalam beribadah itu baik, bahkan sangat ditekankan dalam agama. Apalagi hal demikian itu memang sesuai dengan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terkait hal ini:
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
Tinggalkan perkara yang membuatmu ragu dan beralihlah kepada perkara yang pasti. [HR. Tirmidzi (4/668)]
ومن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه
"Barangsiapa menjauhi hal yang samar-samar (syubhat) maka dia telah mengamankan agama dan kehormatannya", demikian pesan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan umatnya agar menjauhi dan meninggalkan segala hal yang rancu dan belum jelas hukumnya.
Banyak sekali pembahasan-pembahasan fikih yang memang dibangun diatas kaidah ihtiyath (kehati-hatian). Dan ketika orang yang tengah terkena waswas menganggap sikap kehati-hatiannya dalam bersuci dan shalat adalah bagian dari kaidah ihtiyath tadi, maka ini adalah sikap salah kaprah atau keliru.
Tatkala seseorang yang terkena waswas memandang sikapnya yang mengulang-ulang ibadah atau sebagiannya sebagai bentuk kehati-hatian dan ia pun merasa bahwa itu lebih baik daripada melakukan ibadah tadi dengan tidak sempurna, maka yang ada di benaknya: lebih baik mengulang lagi ketimbang wudhu atau shalatku kurang sempurna; Padahal itu adalah sebuah kekeliruan.
Menganggap sikap yang tidak terlalu memperdulikan tata cara berwudhu yang baik, atau tidak memperhatikan kesucian air untuk wudhu, ataupun tidak melihat-lihat dahulu kesucian tempat dan kebersihan pakaian untuk shalat, menganggap itu lebih parah daripada sikap mengulang-ngulang gerakan shalat dan wudhu lah yang membuat orang mulai terjebak ke dalam sikap begitu berhati-hati hingga mengulang-ngulang gerakan suatu ibadah.
Akhirnya malah menjerumuskan orang yang berpikiran seperti ini ke dalam perangkap setan berupa waswas yang menjerat orang tersebut dalam waktu yang lama.
"Perlu diperhatikan, jalan yang benar dalam menerapkan syariat ini adalah dengan berusaha semampu diri menapakinya sebagaimana Rasulullah dan para sahabat beliau dahulu", pesan Ibnul Qayyim di buku Ighatsatul Lahfan (1/148) menasehati orang-orang yang terkena waswas sehingga terlalu berlebihan dalam masalah sah-tidaknya ibadah yang dikerjakan.
Beliau melanjutkan, "Yang menjadi patokan dalam melaksanakan ibadah adalah istiqamah dan tidak keluar dari cara dan sikap Rasulullah dan para sahabat beliau dalam mengerjakannya. Karena berlebih-lebihkan dan mempersulit diri dalam menjalankan suatu ibadah itu terlarang; Rasulullah melarang kita untuk sikap seperti itu."
Jadi, jika kita mempersulit diri dalam mengerjakan suatu ibadah maka kita akan benar-benar mendapati kesulitan dan kepayahan. Dan itu akan terus membuntuti kita selama kita tidak mau merubah model berpikir seperti itu.
foto via hdwallsource.com |
Ingatlah Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah! Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu pernah berwudhu dengan air satu mudd (segenggam tangan). Beliau juga biasa mandi dengan air yang tidak banyak, empat sampai lima mudd saja.
Oleh karena itu, kita tidak boleh berlebih-lebihan dalam menggunakan air untuk berwudhu atau mandi wajib. Cukup sekedarnya. Karena sikap tidak berlebihan dalam menggunakan air sebagaimana Rasulullah lakukan dulu, itulah sikap yang benar dalam menjalankan perintah-perintah agama, bukan dengan berpikir bahwa mengulang-ngulang dan memnyiram air yang banyak lebih afdhal.
***
TERAPI AMPUH UNTUK MENGHILANGKAN WASWAS
1. Anggap bahwa menyiram 3 kali saja sudah cukup menghilangkan najis!
Khusus bagi siapa saja yang sedang terkena waswas, dia tidak boleh menyiram kemaluannya lebih dari 3 kali ketika ingin bersuci dari hadats kecil. Mandi wajib pun juga demikian khusus bagi dirinya. Tidak boleh lebih dari 3 siraman. Demikian pula membersihkan pakaiannya yang terkena najis, cukup dengan 3 siraman saja.
Anggap hal itu beres. Jangan perhatikan hal-hal yang malah membuat ragu kembali! Dengan menyiram 3 kali, Anda sudah selesai bersuci dari najis. Jangan lihat-lihat kembali atau memikirkannya lagi.
Menurut Madzhab Hanafi, kesucian tempat yang terkena najis adalah dengan menghilangkan partikel najisnya. Dan tidak apa-apa jika warnanya masih membekas di tempat atau pakaian yang terkena najis tadi.
Jadi jika sudah membasuh 3 kali maka anggaplah proses bersuci dan mensucikan daerah yang terkena najis tadi sudah selesai dan beres. Titik.
2. Jangan kencing di kamar mandi, kencinglah di toilet khusus kencing!
Langkah kedua dalam menghilangkan waswas adalah dengan menghindari kencing di kamar mandi. Artinya, kencinglah di toilet atau wc yang khusus untuk kencing, bukan kamar mandi yang berfungsi sebagai tempat mandi sekaligus tempat kencing.
Ini sebagai antisipasi dari perasaan yang bisa timbul pada orang yang terkena waswas yang memiliki rasa takut atau cemas terhadap badannya, celananya, atau roknya jika ada cipratan air kencing yang mengenainya.
Dengan memilih tempat khusus untuk kencing dan berwudhu di tempat terpisah, orang yang terkena waswas tadi bisa nyaman ketika berwudhu sehingga tidak ada waswas yang muncul dalam hal ini.
Para ulama dari madzhab Hanafi, Hambali, dan Syafi'I, mereka serempak menilai bahwa kecing di tempat yang dipakai juga untuk mandi adalah makruh, tidak disarankan, karena ada hadits dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpesan:
"Jangan sampai ada salah seorang dari kalian yang kencing di kamar mandi kemudian ia mandi disitu juga!". Dalam riwayat lain, "kemudian ia berwudhu disitu. Hal itu karena sebagian besar waswas bermula dari situ". [HR. Abu Daud (1/29) dan Tirmidzi (1/33)]
3. Percikkan sedikit air setelah selesai menyiram air ke kemaluan!
Untuk menghilangkan waswas, langkah selanjutnya adalah dengan memercikkan sedikit air pada kemaluan dan celana dalam setelah selesai membersihkannya.
Para ulama dari kalangan madzhab Syafi'I dan Hambali menganggap hal seperti ini mustahab (sangat dianjurkan) bagi orang yang terkena waswas. Mereka memandang hal ini adalah langkah terbaik dalam mengakhiri proses bersuci sehingga menutup celah setan untuk membuat ragu orang seperti ini terhadap keabsahan bersucinya.
Setan terkadang mendapat peluang besar untuk membuat orang waswas terhadap proses bersuci ketika seseorang mendapati ada sedikit basah di celana dalamnya. Jangan-jangan ada air kencing yang menetes setelah ia memakai celana dalam.
Bahkan para ulama dari madzhab Hanafi menegaskan, kalau sudah memercikkan air ke kemaluan dan celana dalam maka tidak perlu berpikir aneh-aneh lagi agar tidak waswas terhadap proses bersuci yang ia lakukan barusan.
Maka, untuk menutup rapat-rapat pintu ini, para ulama menyarankan agar orang seperti ini memercikkan sedikit air ke kemaluan dan celana dalamnya sehingga ketika setan menghembuskan waswas ke pikirannya maka ia bisa dengan tegas menepisnya dengan meyakini bahwa rasa basah di celana dalamnya berasal dari percikan air yang ia sendiri percikkan. Titik.
4. Jika ada waswas dalam niat thaharah (wudhu atau mandi wajib) maka lakukan ini!
Jika seorang yang terkena waswas berwudhu kemudian di tengah-tengah wudhunya ia ragu apakah sudah berniat atau belum maka orang ini tidak perlu mengulang wudhunya dari awal dan tetap melanjutkan hingga selesai.
Ulama madzhab Hambali telah menegaskan hal ini. Artinya, khusus untuk orang yang sedang terkena waswas, ia tidak boleh mengulang wudhunya ketika di tengah-tengah wudhunya ia ragu apakah sudah berniat atau belum. Ia harus lanjutkan hingga selesai dan tidak boleh mengulang wudhunya. Titik.
5. Lafadzkan niat shalat Anda untuk menghilangkan keraguan dan waswas Anda
Bagi orang yang masih berjuang untuk keluar dari jerat waswas, langkah berikutnya untuk mengobati dan menghilangkan penyakit waswasnya dalam niat shalat adalah dengan melafadzkan dan menyuarakan lafadz niatnya.
Melafadzkan niat shalat hanya untuk orang yang terkena waswas. Hal ini bertujuan agar orang seperti ini tidak ragu lagi ketika ia akan melaksanakan shalat sehingga setan tidak bisa membuatnya ragu lagi atas niat shalatnya.
Para ulama dari kalangan madzhab Hanafi, Syafi'i, dan Hambali, mereka menerangkan bahwa menyuarakan niat dan melafalkannya adalah hal yang sangat dianjurkan bagi orang yang terkena waswas karena dengan begitu ia akan terjauh dari peluang terkena waswas dalam niat shalatnya.
Adapun ulama-ulama madzhab Maliki, mereka memandang hal itu boleh-boleh saja walaupun meninggalkan pelafalan niat itu lebih utama. Mereka memperbolehkan orang yang terkena waswas untuk melafalkan dan mengeraskan niat shalatnya agar ia bisa menghilangkan keraguan dan waswas sekaligus sebagai terapi pengobatan penyakit ini.
6. Yang perlu dilakukan ketika terkena waswas dalam salah satu rukun shalat
Langkah selanjutnya bagi orang yang ingin melangkah ke arah terapi menghilangkan waswas di dirinya ketika dia dibuat ragu apakah sudah mengerjakan suatu rukun dari rukun-rukun shalatnya atau belum sebagai berikut:
Jika seorang yang terkena waswas sedang melaksanakan shalat kemudian di tengah-tengah shalat dia ragu apakah sudah baca surat Al-Fatihah atau belum, atau ragu apakah dia sudah takbiratul ihram atau belum, maka dia tidak boleh menggubris keraguan tadi sedikitpun. Anggap keraguan itu hanya perasaan belaka dan yakinlah bahwa dirinya sudah melaksanakan rukun yang sempat diragukan tadi.
Dengan tegas, ulama-ulama madzhab Maliki menyatakan bahwa keraguan dalam shalat karena waswas itu harus diabaikan, anggap tidak ada sama sekali dan jangan didengarkan. Apabila seseorang itu ragu apakah ia sudah sampai di rakaat ketiga ataukah di rakaat keempat maka dia harus meyakinkan dirinya bahwa dia sudah sampai di rakaat keempat kemudian dia sujud sahwi setelah salam.
Orang dianggap terkena penyakit waswas manakala dia sering terkena waswas itu dalam shalatnya atau dia terkena waswas dua kali atau sekali di setiap harinya. Adapun jika jarang terkena keraguan dalam shalat maka seseorang belumlah termasuk dalam kategori orang yang terkena waswas dan tidak berlaku hukum-hukum terapi ini pada dirinya.
Di dalam madzhab Hambali, orang yang terkena waswas juga menerangkan hal yang sama. Bahkan Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni (1/545) berpendapat, "Jika ada orang yang shalat (BUKAN ORANG YANG TERKENA WASWAS) kemudian ia ruku dan bangun dari ruku'nya, terus muncul keraguan dalam dirinya apakah sudah ruku atau belum? Atau apakah ruku'nya sudah cukup atau belum? Maka dalam kondisi seperti ini, hendaknya ia tidak menganggap ruku'nya tadi dan kembali ruku' agar keraguannya hilang dan ia bisa kembali tenang dalam menunaikan shalatnya."
"Adapun jika orang tersebut adalah orang yang terkena waswas maka dirinya tidak boleh mengulang ruku'nya sama sekali dan ia harus tetap melanjutkan urutan berikutnya yaitu langsung sujud dan seterusnya. Begitu pula jika orang yang terkena waswas ini lupa atau ragu terhadap rukun-rukun shalat yang lain, ia tidak boleh menganggapnya sama sekali, ia harus meyakinkan dirinya bahwa ia sudah mengerjakan rukun tadi", terang beliau.
[Diambil dari kitab Al-Mausu'atul Fiqhiyah Al-Islamiyah (43/152-156) dengan sejumlah penyesuaian dan penambahan dari Alukatsir Blog]
***
Demikian artikel kali ini. Semoga bermanfaat bagi penulis dan segenap Pembaca Alukatsir Blog yang dimulikan Allah.
Syadam Husein Al Katiri
Mataram, 2 Dzulhijjah 1438 H
15 Komentar
Yaa Allah terimakasih mas. Ini sungguh membantu. Saya juga mau bertanya mas, istinja setelah kencing itu cukup 3x saja itu dengan cara mengambil air di gayung menggunakan tangan, lalu diusapkan di kepala kemaluan sebanyak 3x kan mas? Kalau sudah 3x anggap sudah sah kan mas? Tolong jawabannya mas biar bisa. Lepas dari was was. Semoga ini menjadi amal jariyah mas. Amiiiin
BalasHapusiya betul Akh Zannis, insyaAllah sudah sah dengan tiga kali siraman. Semoga Allah segera angkat waswasnya, amin.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusberkaitan dengan istibra'(mengurut kemaluan atau meremasnya selepas kencing dengan tujuan agar air kencing tidak tersisa) menurut sebagian ulama madzhab fikih mewajibkannya, dan sebagian lagi menganggapnya mustahab (dianjurkan).
Hapusnamun, sebagian ulama ada pula yang menganggap hal ini tidak disyariatkan, bahkan bisa membuat seseorang terperangkap ke dalam penyakit waswas dalam bersuci -dan ini alasan saya tidak membahasnya-. karena artikel kita berkaitan dengan cara memusnahkan waswas, bukan sebaliknya.
kondisi tiap orang berbeda, jika dengan istibra tadi waswasnya berkurang maka silahkan. wallahu a'lam.
terimakasih atas kunjungannya. semoga bermanfaat
Assalamuaalaikum, untuk menghilangkan kebiasakan waswas dalam niat baik wudhu atau sholat, bolehkan meneruskan amal tersebut dengan meyakinkan sudah berniat sesuai kaidah bahwa orang sadar pasti berniat ketika melakukan amalan.sehingga tidak perlu membatalkan amalan tersebut karena waswas belum berniat sehingga mengulang niat kembali, terimakasih
BalasHapusWaalaikumsalam. Boleh
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmas, kalau memang kenyataannya saat bersuci dr kencing masih belum bersih dan meyakini masih ada sisa karena sudah terlanjur masuk pintu was was gimana? udah coba bersihin tetapi kadang kalau berjalan atau jongkok ada keluar sedikit, apakah dimaafkan. saya sedang berusaha keluar dr masalah ini. biasanya maaf, kulupnya itu menahan air kencing yg sedikit, tp saya takut waktu pakai celana dalan kulupnya terbuka karena mendapat tekanan atau gesekan dr celana dalam, itu yg membuat saya was was. apakah najis yg sedikit gt dimaafkan mas
BalasHapusDalam kondisi normal, berlebihan saat membersihkan kemaluan tidak dianjurkan, bahkan dilarang lantaran dapat menjadi pengantar kepada waswas nantinya.
HapusDalam kondisi terkena waswas, usahakan untuk menutup celah bisikan waswas masuk melalui pikiran, termasuk menghindari untuk berpikir masih ada yang tertinggal dari air kencing.
Sebagian ulama semisal Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim rahimahumallah menerangkan bahwa air kencing itu dapat dianalogikan seperti air susu, ia akan berhenti dengan sendirinya dan tetap di dalam ‘wadahnya’ selama tidak ditarik-tarik atau tindakan yang semisal.
Setelah Anda selesai buang air dan membasuhnya dengan baik, usahakan untuk tidak berpikir atau melihat kembali atau meraba raba kemaluan untuk memastikan tidak ada sisa air kencing, itu tidak perlu.
Tetaplah berpikir positif dan tepis pikiran waswas tersebut agar tidak semakin tenggelam dalam waswas yang tidak berkesudahan nantinya.
Semoga Allah memudahkan Anda untuk menepis waswas.
kalau sudah berusaha itiba mas tp saya meyakini masih ada sisa kencing itu sedikit nempel di kemaluan ketika jongkok atau berjalan, saya rasa orang lainpun ada yg sama seperti saya, hanya saja mereka tidak memperhatkannya, tapi bagi yang sudah terlanjur masuk pintu was was ini gmna mas
BalasHapusPak ustadz saya terkena was was tentang perkara Allah itu esa was atau bukan pak ustadz
BalasHapusSaya punya masalah was was tentang perkara Allah apa itu was was pak ustadz
BalasHapusMohon maaf atas keterlambatan respon karena tidak ada notice di hp saya.
HapusWaswas itu dapat diartikan sebagai pikiran yang mengarah kepada keraguan terhadap sesuatu yang diyakini atau dikerjakan. Dia beragam bentuknya, keraguan terhadap apa yang diyakini seperti waswas tentang Allah. keraguan terhadap apa yang dikerjakan seperti waswas dalam bersuci dan shalat.
jika yang Anda maksud dengan keraguan tentang Allah, apakah Allah ada atau siapa yang menciptakan Allah dan sebagainya, maka itu termasuk waswas. kasus ini pernah dialami dan ditanyakan oleh sebagian sahabat Nabi. Mereka sempat khawatir pikiran seperti itu akan menyeret mereka kepada dosa atau lebih parah lagi keluar dari agama.
Nabi menenangkan mereka dan malah meyakinkan mereka bahwa kekhawatiran yang muncul terhadap pikiran semacam itu justru tanda adanya keimanan di diri mereka.
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa itu terjadi lantaran waswas yang dibisikkan setan kepada sebagian mereka.
Lihat: HR. Muslim:132 dan lihat juga Syarh Imam Nawawi terhadap hadis ini.
Saran saya, perdalam ilmu agama, khususnya yang membahas tentang iman kepada Allah.
karena waswas yang menggerogoti keyakinan hanya bisa ditepis dengan doa dan usaha untuk mendalami ilmu agama.
mengingat kondisi pandemic seperti sekarang dimana kajian belum aktif di masjid-masjid, saya bisa merekomendasikan dua channel youtube bagus jika Anda berminat:
pertama: channel Yufid.TV
https://www.youtube.com/user/moslemchannel
kedua: channel Muhammad Nuzul Dzikri
https://www.youtube.com/channel/UCZHbLWGrq43F0-5Ef37CpWQ
demikian. semoga bermanfaat.
Assalamualaikum, mohon nasihatnya. Saya punya kebiasaan membatalkan amalan seperti wudu dan sholat ketika amalan tsb sedang dilaksanakan, gara gara terlintas bisikan bahwa wudu/sholatnya tidak sah atau merasa batal dan bisikan semisal dan secara reflek membatalkannya . Namun beberapa saat setelah membatalkannya, sadar bahwa apa yang dibisikan tersebut tidak benar. Permasalahannya apa bila diulang dari awal, bisikan serupa muncul lagi dan secara reflek membatlkannya, begitulah seterusnya , kadang sampai habis waktu sholat bahkan sampai tidak sholat. Pertanyaan saya apakah ketika secara refplek membatalkan sholat dan kemudian saya sadar bahwa bisikan tsb tidak benar “Sahkah Bila Saya tetap meneruskan wudu/ sholatnya, tanpa mengulang?” agar kebiasaan tersebut hilang, terimakasih atas nasihat dan ilmunya
BalasHapusWaalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.
HapusSalah satu terapi yang ditempuh untuk orang yang terkena waswas ialah dengan menyakinkankannya bahwa apa yang dilakukannya lantaran waswas, termasuk reflek dalam hal ini, tidak menjadikan wudhu maupun shalatnya batal dan dia tidak boleh menggubrisnya dan tetap meneruskannya, tanpa perlu mengulang dari awal.
semoga bermanfaat dan semoga Allah segera menurunkan pertolonganNya kepada Anda untuk melawan dan melepaskan diri dari waswas. amin.