Pembaca Alukatsir Blog yang dirahmati Allah, tahukah Antum bahwa menjelaskan makna
'Malaikat' secara istilah atau terminologi dengan ungkapan berikut ini masih perlu ditinjau
ulang:
"أجسام
لطيفة نورانية لها القدرة على التشكل بأشكال مختلفة، ومسكنها السماوات"
(Malaikat) adalah badan-badan yang tidak kasat mata, tercipta dari cahaya, memiliki kemampuan untuk berubah bentuk dengan beragam bentuk & penampilan, dan tempat tinggal mereka di langit.
Pemakaian istilah ini untuk menjelaskan
makna terminologi dari kata 'Malaikat' masih kurang tepat dan mengena. Apa
pasal? Jawabannya, hal itu dikarenakan para ulama (baca: Salaf) dari kalangan
Ahli Sunnah wal Jama'ah tidak menempuh metode merinci kata (baca: lafadz
syar'i) yang datang dari syariat secara global dan tidak diperinci seperti kata
'Malaikat' ini.
Artinya, tidak ada nukilan dari mereka
seputar makna yang lebih rinci yang menjelaskan siapa itu Malaikat dan mereka
membiarkan kata Malaikat sebagaimana datangnya tanpa dipaksakan pencarian makna
terminologinya.
Istilah ini mulai muncul di kalangan
Mutakallimun (baca: Ahli Kalam) dan populer di buku-buku karangan mereka
sehingga penggunaan istilah tersebut untuk menjelaskan siapa itu Malaikat
secara terminologi menjadi masyhur.
Namun istilah diatas masih kurang dan perlu
ditinjau kembali. Peninjauannya melalui dua aspek berikut:
- Secara umum, penggunaan istilah ini
untuk menjelaskan siapa itu Malaikat berasal dari Ahli Kalam dan diambil dari
mereka, sehingga pengambilan dan penetapan istilah itu masih bersifat samar-samar
dan meragukan.
Disamping tidak bisa dipercaya
sepenuhnya untuk menjelaskan beberapa hal terkait makna dari suatu kata di
dalam bahasa arab, mereka juga tidak bisa dipercaya sepenuhnya ketika
menjelaskan sejumlah bahasan akidah.
Dari sisi akidah saja, mereka adalah
orang-orang yang memunculkan hal-hal yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan
perkara mereka jelas tertolak. Lantas, apakah penjelasan-penjelasan mereka yang
terkait dengan ranah akidah bisa dijadikan pegangan sepenuhnya!? Termasuk dalam
menafsirkan lafadz-lafadz syar'i.
Begitu pula dari sisi bahasa arab,
kebanyakan mereka bukanlah orang-orang yang memiliki kredibilitas dalam bahasa
arab, bahkan jika ada diantara mereka yang memilki garis keturunan arab maka
mereka tetap saja bukan sumber rujukan dari bahasa arab itu sendiri.
Hal itu disebabkan adanya indikasi yang
mengarah kepada sikap mereka yang berupaya memasukkan hal-hal yang mendukung
keyakinan keliru mereka ke dalam bahasa arab dan mengarahkan makna dari kata
tertentu kepada makna-makna yang tidak dikenal di dalam bahasa arab itu sendiri
guna menguatkan apa yang mereka yakini.
Seperti kata Istiwa (maksudnya Allah berada di atas ArsyNya, Pen), mereka jadikan
maknanya Istaula (menguasai) untuk menafikan sifat dan makna istiwa dari Allah. Padahal memaknai
istiwa dengan istaula tidak dikenal sama sekali di dalam literatur bahasa arab,
baik secara sama' maupun qiyas. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh para imam
bahasa semisal Al-Khalil dan Ibnul Araby.
Oleh karena itu, apakah masih dapat
dipercaya orang-orang yang memainkan literatur kata dari bahasa arab sesuai
dengan nafsu dan keyakinan mereka untuk menjelaskan makna Malaikat secara
terminologi?
- Adapun tinjauan terperincinya maka sebagai berikut:
1. Mereka menyebutkan di dalam makna
Malaikat secara istilah menurut mereka: "Ajsam" (baca: badan-badan).
Ini adalah penggunaan kata yang tidak
ada paduannya secara bahasa dikarenakan lafadz 'jism' secara etimologi
diartikan dengan jasad dan badan, sebagaimana diterangkan oleh Al-Jauhary,
Al-Ashma'iy, Abu Zaid, dan selain mereka dari para imam bahasa.
Jadi bisa disimpulkan bahwa ruh tidak bisa
disebut badan, udara tidak disebut badan, dan cahaya tidak dinamakan badan atau
jasad di dalam bahasa arab. Kata 'jism' tidak bisa dipakai
untuk Malaikat secara bahasa karena para Malaikat itu adalah ruh-ruh sebagaimana
firman Allah yang mensifati salah satu malaikat, yaitu Jibril alaihis salam, yang artinya:
Lalu kami utus ruh kami kepadanya (Maryam), maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. [QS. Maryam: 17]
Allah Ta'ala juga berfirman, yang artinya:
"dia dibawa turun oleh Ar-Ruh yang
terpercaya (Jibril)". [QS. Asy-Syu'ara: 193]
Penggunakan lafadz 'jism' terhadap
malaikat juga keliru jika ditinjau secara syar'i. Hal itu karena syariat tatkala memakai kata
'jism' maka pemakaiannya pun tidak melewati batas yang ada di bahasa arab.
Allah Ta'ala menyebutkan lafadz 'jism' di KitabNya pada dua tempat:
Pertama: ketika mengabarkan tentang
Thalut, yaitu pada KalamNya:
"إن الله
اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم"
"Sesungguhnya Allah telah memilih
rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". [QS.
Al-Baqarah: 247]
Kedua: pada firmanNya yang menjelaskan
tentang orang-orang munafik:
"وإذا
رأيتهم تعجبك أجسامهم، وإن يقولوا تسمع لقولهم كأنهم خشب مسندة"
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. [QS. Al-Munafikun: 4]
Dan tidak pernah disebutkan sama sekali
tentang Malaikat bahwa mereka itu 'ajsam' (badan atau jasad), bahkan mereka itu
ruh-ruh sebagaimana sudah disebutkan diatas. Terlebih lagi, secara bahasa, ruh
itu berbeda dan tidak dinamakan dengan jasad.
Oleh karena itu, menggeser suatu lafadz
dari maknanya yang maklum secara bahasa atau syariat kepada makna lain secara
terminologi yang justru tidak sejalan dengan penggunaanya secara bahasa ataupun
syariat, itu tidak dibenarkan dan bukan metode yang tepat.
2. Al-Mutakallimun (baca: Ahli Kalam),
sesama mereka saling silang pendapat dalam menjelaskan arti kata dari 'jism'
itu sendiri. Mereka justru tidak sepakat dalam menerangkan pengertian dari
lafadz tersebut.
Diantara mereka ada yang memaknainya
dengan: "apa saja yang menunjukkan kepada sesuatu". Ada yang mengartikannya dengan:
"apa yang terdiri dari bahan dan bentuknya". Ada pula yang menyebut 'jism'
sebagai sesuatu yang terbentuk dari satu inti atau elemen. Dan
pendapat-pendapat lainnya.
Maka, bisa dikatakan kepada mereka agar
hendaknya mereka bersepakat terlebih dahulu dalam menjelaskan arti dari 'jism', baru kemudian dilihat
kembali penggunaannya terhadap malaikat.
3. Istilah yang mereka gunakan ini tidak
mencakup hal-hal penting yang berkaitan dengan para Malaikat. Sedangkan Allah
Ta'ala telah menerangkan tentang para MalaikatNya lebih lengkap dan mencakup
perkara-perkara yang urgen di Al-Quran dan melalui lisan RasulNya.
Allah telah jelaskan tentang jumlah dan
tugas-tugas mereka. Adapun istilah yang dipakai oleh Ahli Kalam maka itu hanya
mencakup asal penciptaan dan tempat tinggal mereka saja, dan mengabaikan hal yang
lebih utama dan penting, yaitu tugas-tugas mereka.
Kesimpulan:
Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah, lafadz 'Malaikat' adalah kata yang
maknanya sudah maklum di tengah-tengah kaum muslimin dan telah dipakai di dalam dalil-dalil Al-Qur'an dan
Hadits. Jika memang diperlukan untuk bahasan ilmiyah dalam menerangkan maknanya
maka mungkin bisa digunakan penjelasan berikut:
"خلق من
نور، لا يعلم عددهم إلا الله، قائمون على عبادة الله وتدبير شؤون الكون بأمره
سبحانه"
(Mereka) adalah makhluk yang diciptakan dari cahaya. Tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali hanya Allah. Mereka senantiasa beribadah kepada Allah dan ditugasi untuk mengatur berbagai urusan semesta ini dengan perintah dariNya.
Istilah ini mencakup asal penciptaan
mereka secara umum, banyaknya jumlah mereka, serta menjelaskan tugas yang
mereka memang diciptakan untuknya. Dan penjelasan ini lebih pas ketimbang apa
yang masyhur di kalangan Mutakallimun tentang hal ini.
Demikian dan semoga bermanfaat.
***
Catatan:
Artikel ini disarikan dan diambil dari buku Muhadharat fil Iman
bil Malaikah karya Prof. Dr. Muhammad Abdurrahman Abu Saif Al-Juhany (hal.
16-19).
Kota Madinah, 6-7-1438 H
0 Komentar