Sumpah biasa diucapkan ketika
seseorang ingin menekankan suatu ucapan. Ketika ingin meyakinkan orang yang
diajak bicara, biasanya seseorang akan bersumpah. Jika ingin meyakinkan seseorang
bahwa suatu kabar benar-benar terjadi atau sebuah pekerjaan telah dikerjakan
atau akan dikerjakan dengan baik atau pula ingin menyanggah suatu tuduhan maka seringkali sebuah sumpah akan disertakan.
Namun, sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam sumpah ada cara dan
aturan yang ditetapkan oleh Syariat sehingga seorang muslim yang sangat menjaga
kemurnian tauhidnya tidak tergelincir ke dalam kubangan syirik (baca:
menyekutukan Allah dengan selainNya). Jadi, mari kita pelajari terlebih dahulu!
Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah, di
kesempatan kali ini saya ingin mengupas lebih jauh bahasan seputar bersumpah
dengan nama selain Allah. Kali ini saya akan berikan khulashah
(ringkasan dan intisari) dari salah satu buku yang mengangkat tema seputar
hukum bersumpah dengan nama Allah dan dengan nama selainNya.
Buku
tersebut ditulis oleh Dr. Basim Faisal Ahmad Al-Jawabirah dan diberi judul Al-Marwiyat
Al-Waridah fil Halif Billah au Bighairihi. Buku ini memuat secara urut dan
mendalam hadits-hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam pernah bersumpah dengan nama selain Allah.
Penulis buku ini menelusuri dan mengkomparasikan jalur-jalur
periwayatan hadits-hadits tersebut dan memaparkannya secara sistematis dan
gamblang kepada para pembaca. Apalagi hadits-hadits tersebut sering dipakai dan
dijadikan dalil oleh sebagian orang yang memandang bahwa bersumpah dengan nama
selain Allah boleh-boleh saja dan tidak dilarang.
Buku yang sangat layak dibaca, terlebih lagi jumlah halamannya
tidak terlalu tebal, sekitar 100an halaman saja.
Tetapi seperti biasa, saya akan memberikan sejumlah poin penting
sebagai mukaddimah tulisan kali ini sebelum kita masuk kepada bahasan utamanya.
***
Pertama, sumpah berdasar istilah syar'i
dapat diartikan sebagai penekanan dan penguatan di salah satu bagian berita
(baca: di awalnya atau di akhirnya) dengan menyertakan nama Allah Ta'ala.
[Lihat: Bashair Dzawit Tamyiz karya Al-Fairuz Abadi (5/409)]
Dan seringkali seseorang menyertakan sumpah dengan nama Allah
karena ia meyakini keagungan dan merasakan kebesaran nama yang dipakainya untuk
bersumpah sehingga ia tidak berani untuk berdusta atau menyelisihi sumpahnya
tersebut.
Maka, setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah adalah
satu-satunya tuhan yang dia sembah, sudah seharusnya untuk tidak bersumpah
kecuali dengan nama Allah saja karena di dalam sumpah itu ada pengakuan kita
bahwa nama yang kita pakai untuk bersumpah memiliki tempat istimewa di hati
kita.
Kedua, lantas bagaimana hukumnya orang
yang bersumpah dengan nama selain Allah? Hukumnya berada di antara dua
larangan, haram atau makruh.
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum bersumpah dengan
nama selain Allah, ada yang menganggapnya haram sebagaimana pendapat
ulama-ulama Hambaliyah (baca: madzhab Imam Ahmad) dan Dzahiriyah
(baca: madzhab Daud Adz-Dzahiri).
Adapun ulama-ulama Syafi'iyah (baca: madzhab Imam Syafi'i)
dan Malikiyah (baca: madzhab Imam Malik) maka mereka memandang bahwa
bersumpah dengan nama selain Allah tidak sampai ke tahap haram, melainkan
makruh saja.
Dan
pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang memandang bersumpah
dengan selain Allah itu haram. Hal itu berdasarkan hadits-hadits yang
menerangkan larangan secara jelas dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan hal
ini setelah beliau mempelajari argumen dari kedua pendapat tadi. Beliau berkata
di dalam Majmu' Fatawa beliau (1/204):
Dan bersumpah dengan makhluk itu haram hukumnya menurut jumhur ulama. Begitu pula menurut madzhab imam abu hanifah, imam ahmad, dan salah satu pendapat imam syafi'i. Bahkan, disebutkan bahwa para sahabat nabi telah berijma dalam hal itu.Ada yang mengatakan bahwa ia (bersumpah dengan nama makhluk) hanyalah makruh saja, tetapi yang lebih tepat adalah pendapat pertama. Sampai-sampai Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Umar, mereka sempat menegaskan: seandainya saya bersumpah dengan nama Allah dalam kondisi berdusta, itu lebih saya sukai ketimbang bersumpah dengan selain nama Allah walau dalam kondisi tidak berdusta.Itu dikarenakan bersumpah dengan nama selain Allah adalah syirik, sedangkan syirik jelas lebih besar (dosanya) daripada berdusta.
Jadi, bersumpah dengan nama selain Allah adalah haram dan termasuk
kedalam kategori syirik ucapan (syirik kecil) dan dosa besar. Perlu dicatat
bahwa meskipun itu tergolong syirik kecil namun bisa berhujung kepada syirik
besar sehingga syariat islam menutup rapat-rapat celah yang dapat menjerumuskan
seorang muslim kedalam syirik besar.
Ketiga, lantas bagaimana dengan sejumlah
ayat di Al-Qur'an yang menerangkan bahwa Allah bersumpah dengan beberapa nama
makhluk ciptaanNya semisal demi matahari, demi bulan, demi masa, dan lain
sebagiannya?
Jawabannya, yang bersumpah dengan makhluk-makhluk itu adalah
Pencipta mereka. Bagi Pencipta hak untuk bersumpah dengan apa saja yang
diciptakanNya.
Dan diantara tujuan Allah bersumpah dengan beberapa makhlukNya:
ada isyarat dan indikasi tentang kebesaran dan keagungan Allah selaku Pencipta
makhluk-makhluk yang dipakai untuk bersumpah tadi. Artinya, kita diingatkan
tentang kebesaran dan kehebatan Allah yang menciptakan makhluk-makhluk yang
kita pandang hebat dan besar itu, matahari, bulan, dan lainnya.
Sedangkan bagi makhluk ciptaan Allah seperti kita maka kita tidak
boleh bersumpah kecuali hanya dengan nama Pencipta kita saja, yaitu Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
***
Baiklah. Pembaca Alukatsir Blog yang dirahmati Allah, berikut ini
sejumlah ringkasan dari bahasan utama dari buku Al-Marwiyat
Al-Waridah fil Halif Billah au Bighairihi yang jika diterjemahkan
kedalam bahasa kita kurang-lebih seperti ini: riwayat-riwayat yang berkaitan
dengan bersumpah dengan nama Allah atau selainNya.
Ada 3 poin inti yang saya bisa simpulkan dari buku ini:
Ada 3 poin inti yang saya bisa simpulkan dari buku ini:
Poin Pertama:
Hadits-hadits yang memuat larangan tentang bersumpah dengan selain nama Allah
jumlahnya banyak, shahih, dan jelas sekali.
Penulis buku ini menyebutkan satu persatu hadits-hadits tersebut beserta derajat sanadnya. Sebagian besar adalah hadits yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan secara gamblang memang berisi larangan agar tidak bersumpah dengan nama selain Allah.
Penulis buku ini menyebutkan satu persatu hadits-hadits tersebut beserta derajat sanadnya. Sebagian besar adalah hadits yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan secara gamblang memang berisi larangan agar tidak bersumpah dengan nama selain Allah.
Poin Kedua:
Mengenai beberapa hadits yang menyebutkan keterangan bahwa Rasullullah pernah
bersumpah dengan nama selain Allah, seperti "Demi ayahnya, orang
tersebut akan beruntung jika jujur (dengan apa yang diucapkannya)",
sebagian besar riwayat hadits semisal ini tidak mencapai derajat hasan, bahkan
ada yang dhaif (lemah) dan ada pula yang tidak benar penisbatannya kepada Nabi.
Disini, Dr. Basim selaku pengarang buku tersebut memaparkan satu
persatu jalur-jalur periwayatan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi
pernah bersumpah dengan nama selain Allah dan menyertakan berbagai pendapat para
ulama dan pakar hadits dalam menghukumi derajat hadits-hadits tersebut.
Diakhir paparannya, beliau mengambil kesimpulan bahwa ada
riwayat-riwayat yang shahih untuk hadits-hadits tersebut tetapi tanpa disertai
keterangan bersumpah dengan selain nama Allah.
Poin Ketiga:
Para ulama mengarahkan hadits-hadits yang berisi keterangan bahwa Nabi pernah
bersumpah dengan nama selain Allah kepada beberapa arahan dan pendapat -itu
jika seandainya riwayat-riwayatnya dianggap absah-.
Saya akan sebutkan secara ringkas pendapat sebagian ulama mengenai
keterangan bahwa Nabi pernah bersumpah dengan nama selain Allah:
Satu,
ucapan beliau itu bukan ditujukan untuk bersumpah, melainkan hanya kata-kata
yang biasa keluar secara kebiasaan orang-orang atau spontanitas. Adapun
larangan bersumpah dengan selain Allah diperuntukkan kepada orang yang memang
bermaksud untuk bersumpah. Ini pendapat Imam Baihaqi dan Imam Nawawi.
Dua,
ucapan beliau diatas adalah penekanan dan penegasan, bukan sumpah. Artinya,
jika itu penekanan biasa (baca: sungguh demi ayahnya) maka tidak masuk larangan
bersumpah dengan nama selain Allah. Ini pendapat Baidawi.
Tiga,
ucapan beliau diatas adalah sumpah, tetapi waktu itu masih boleh kemudian turun
larangan untuk bersumpah dengan selain nama Allah sehingga hukumnya yang
pertama Mansukh (terhapus) dengan hukum yang kedua.
Empat,
pada ucapan beliau "sungguh demi ayahnya, ia akan beruntung…", ada
kata yang tidak disertakan disitu yaitu kata "wa rabbi abihi" (baca:
sungguh demi tuhan ayahnya). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Baihaqi.
Lima,
itu adalah ungkapan takjub, bukan dimaksudkan sebagai sumpah sebagaimana
dijelaskan oleh As-Suhaili.
Enam,
ucapan semacam itu khusus untuk nabi saja, adapun selain beliau maka tidak
diperbolehkan.
Tujuh,
keterangan yang berisi ucapan sumpah beliau itu bermasalah dari periwayatannya,
sedangkan riwayat-riwayat yang lebih kuat dan benar tanpa ada keterangan itu.
Hal ini sebagiaman dikemukakan oleh Imam Ibnu Abdil Barr.
Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah,
itulah kiranya ketujuh pendapat mengenai keterangan tambahan yang berisi
tentang sumpah nabi dengan nama selain Allah. Dan yang paling kuat dari ketujuh
pendapat itu adalah pendapat yang ketiga, yaitu hukum awal dari bersumpah
dengan nama selain Allah seperti demi ayah adalah boleh kemudian turun larangan
akan hal itu sehingga hukumnya menjadi haram.
Imam At-Thahawi rahimahullah menerangkan di dalam buku
beliau Musykilul Atsar:
Hadits-hadits yang menyebutkan pembolehan bersumpah dengan nama selain Allah itu sudah dimansukh (baca: diangkat dan diganti dengan hukum lain yaitu larangan).
Demikian artikel Alukatsir Blog kali dan semoga bermanfaat bagi saya dan
segenap pembaca dan pengunjung blog ini. Wallahu A'lam.
***
Diringkas dan disusun oleh Syadam
Husein Abdullah
Di Kota Nabi, 18 Jumadats Tsani 1438 H
0 Komentar