Bismillah. Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah, memahami yang terpenting dari hal-hal penting dan mengedepankannya adalah salah satu indikasi kefakihan seorang muslim, terlebih di dalam hal-hal yang berkaitan dengan syariat Islam. Misal, seseorang mendahulukan ibadah yang wajib daripada melakukan ibadah yang bersifat mustahab (dianjurkan), itu menunjukkan bahwa ia adalah orang yang mengerti skala prioritas dalam beragama.
Ketika ibadah-ibadah yang bersifat wajib sudah ditunaikan maka hendaklah kita mulai fokus terhadap ibadah-ibadah yang bersifat sunnah. Dan tentu saja menggabungkan dua kebaikan (kebaikan mengerjakan ibadah wajib dengan ibadah sunnah) adalah yang terbaik. Akan tetapi jika kedua hal tersebut tidak dapat ditunaikan dikarenakan sebab tertentu maka sudah dapat dipastikan dalam kondisi seperti ini yang didahulukan adalah ibadah yang wajib.
Kenapa ibadah yang bersifat wajib harus diutamakan dan didahulukan oleh kita semua? Apa pasal? Jawabnya, karena ibadah wajib adalah hal yang paling dicintai oleh Allah. Dan Allah sangat menyukai hambaNya yang mendekatkan diri kepadaNya dengan ibadah-ibadah yang diwajibkanNya pada mereka sebagiamana keterangan dari sebuah hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (baca: hadits qudsi) bahwa Allah menyatakan:
وما تقرّب إليّ عبدي بشيئ أحبّ إليّ مما افترضت عليه، وما يزال عبدي يتقرّب إليّ بالنوافل حتى أحبّه.
Tidaklah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan sesuatu yang paling Aku sukai kecuali dengan (mengerjakan) segala yang telah Aku wajibkan atasnya. Ketika hambaKu tadi terus mendekatkan dirinya kepadaKu dengan (mengerjakan pula) ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mulai mencintainya. [HR. Bukhari (no. 6502)]
Jadi, jika Anda ingin dicintai oleh Allah Azza wa Jalla maka cukup perhatikan dan kerjakan kuantitas dan kualitas ibadah-ibadah yang diperintahkan olehNya dan bersifat wajib dilaksanakan. Itu semua akan mengantarkan Anda kepada ridha dan cinta dari Allah Ta'ala. Dan jika Anda ingin semakin dicintai olehNya maka tambahlah dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah setelah mengerjakan ibadah-ibadah yang wajib tersebut.
Dan perlu diperhatikan disini: berusahalah untuk menyertakan keikhlasan dan mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengerjakan ibadah-ibadah tersebut. Karena dua hal itu merupakan kunci utama diterima atau tidaknya suatu ibadah disisi Allah Azza wa Jalla.
Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwa kewajiban mengerjakan segala perintah Allah yang itu adalah bentuk ibadah makhluk kepada Penciptanya tidak pernah gugur dari seorangpun dari umat ini. Semua orang yang ingin dicintai (baca: menjadi wali Allah) maka ia wajib shalat, puasa ramadhan, zakat, dan ibadah-ibadah wajib lainnya.
Tidak benar jika ada yang mengklaim dirinya sudah tidak perlu lagi mengerjakan syariat-syariat yang Allah perintahkan atas kita dengan dalih sudah mendapat derajat yang tinggi disisi Allah. Ini tidak benar. Karena sejatinya orang yang ingin dekat dan dicintai maka ia mesti menuruti perintah dan memberikan pengorbanan demi meraih cinta Penciptanya hingga ajal menjemput.
***
Kisah Pemuda Yang Dihadapkan Dengan Dua Pilhan Sulit
Oleh: Syadam Husein Abdullah
Baik. Pembaca Alukatsir Blog yang dirahmati Allah, berikut ini ada satu kisah tentang seorang ahli ibadah dari kalangan umat terdahulu, bani israil. Kisahnya sangat menarik dan sarat akan faidah dan pelajaran bagi kita semua. Kisah tentang orang ini pernah diceritakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sebagian sahabat beliau.
Kisah ini diriwayatkan Imam Bukhari dengan (no.1206) dan Imam Muslim dengan (no. 2550). Keduanya sama meriwayatkan kisah ini dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Saya terjemahkan kisah ini dengan beberapa penyesuaian untuk para pembaca Alukatsir Blog semua. Berikut kisahnya:
Dahulu ada seorang lelaki dari bani israil yang biasa dipanggil dengan nama Juraij. Suatu hari orang ini tengah berada di ruangan pribadinya untuk beribadah. Ketika tengah menunaikan shalat, ibunya datang dan memanggilnya untuk suatu keperluan.
Orang ini kemudian bimbang, ia ragu antara membatalkan shalatnya dan menjawab panggilan ibunya atau tetap melanjutkan shalatnya bermunajat kepada Allah. "Ya Allah, aku batalkan dan menjawab panggilan ibu atau tetap melanjutkan shalat dan mengabaikan panggilannya kemudian setelah selesai baru meminta maaf kepada beliau?", gumamnya dalam hati sembari menimbang pilihannya.
Sadar bahwa dirinya tengah dihadapkan antara dua pilihan sulit, dia putuskan untuk memilih yang paling ringan akibatnya dari dua pilihan sulit tersebut. Akhirnya ia putuskan untuk tetap melanjutkan shalatnya dan mengaibaikan panggilan ibunya.
bersambung...
***
0 Komentar