Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah, kira-kira jika kita mendapati di sekitar tempat tinggal kita atau daerah kita seorang muslim yang dzahirnya shalih kemudian kita memintanya agar berkenan mendoakan kebaikan untuk kita; baik agar keinginan kita terhadap sesuatu terkabul atau agar penyakit & musibah kita lekas diangkat oleh Allah, maka apakah hukum dari permintaan kita tersebut kepada orang shalih tadi?
Apakah boleh atau justru dianjurkan seseorang meminta orang lain agar berdoa kepada Allah untuk kebaikannya? Atau malah hal seperti ini tidak dianjurkan di dalam syariat kita? Apakah dibedakan antara meminta doa orang lain untuk kita sesekali dengan sering memintanya?
Nah, untuk mengetahui hukum seputar masalah ini lebih jelas mari kita simak penjelasan seorang ulama yang tersohor di negeri Yaman sana, yang bernama Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Madkhali rahimahullah. Beliau seorang ulama yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuan beliau di berbagai disiplin ilmu agama, baik akidah maupun hadits. Berikut ini penjelasan beliau:
Aku tidak mendapati adanya larangan untuk melakukan hal ini karena ada sejumlah keterangan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menjelaskan pembolehan hal ini, semisal (hadits) yang menyebutkan bahwa ada seorang yang buta pernah mendatangi Rasulullah kemudian meminta beliau: "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah untuk (kesembuhan)ku".
Dan waktu itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melarang sedikitpun orang buta tadi. Bahkan beliau juga pernah mendoakan beberapa orang selain orang buta tersebut. Sehingga aku tidak menemukan larangan meminta orang lain agar berdoa kepada Allah untuk kita.
Akan tetapi seseorang itu tidak dibenarkan untuk bersandar hanya kepada (doa) orang lain saja karena Allah berfirman di dalam Al-Qur'anul Karim:
Dan Rabb kalian memerintahkan: mintalah kepadaKu maka Aku akan memenuhi (permintaan) kalian.
Allah juga berfirman:
Jika hamba-hambaKu menanyaimu (Muhammad) tentangKu maka sesungguhnya Aku sangatlah dekat, Aku akan mengijabah (memenuhi) permintaan orang yang berdoa jika ia berdoa kepadaKu. Oleh sebab itu, hendaklah mereka segera memenuhi seruanKu dan beriman terhadapKu agar mereka mendapat petunjuk.
Adapun jika meminta sesuatu kepada Allah melalui doa orang lain maka Aku rasa tidak apa-apa selama memintanya kepada sesama muslim.
***
Catatan:
Pertama, hukum meminta orang lain (baca: muslim yang shalih) agar berdoa kepada Allah untuk kita adalah boleh selama orang tersebut masih hidup dan bisa kita sampaikan secara langsung di hadapannya permintaan kita itu. Jika sudah wafat maka tidak dibenarkan memintanya untuk mendoakan kita.
Kedua, sebagian ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama: apakah berdoa dan meminta kepada Allah langsung tanpa perlu meminta orang lain agar ikut mendoakan atau lebih utama menggabungkan antara doa kita dengan doa orang lain untuk kita sehingga lebih membuka kesempatan untuk diijabahi oleh Allah.
Dalam hal ini, guru kami, Prof. Dr. Muhammad Abu Saif Al-Juhani hafidzahullah lebih condong kepada pendapat yang terakhir, yaitu menggabungkan antara keduanya. Menurut beliau, kita meminta langsung sesuatu yang kita inginkan kepada Allah sesering mungkin kemudian kita meminta orang lain agar berdoa kepada Allah agar sesuatu yang kita inginkan tadi dipenuhi oleh Allah maka yang demikian ini lebih kuat untuk membuka kesempatan diijabah. Layaknya seseorang yang sering mengetuk 'pintu' kemudian dia juga meminta orang lain untuk membantunya mengetuk 'pintu'tersebut. Tentunya hal ini semakin menguatkan peluang kita untuk membuka 'pintu' tadi.
Ketiga, tidak diragukan lagi bahwa doa orang lain yang berpeluang besar untuk diijabah oleh Allah untuk kita adalah doa orang tua kita, doa orang shalih, dan doa sesama muslim untuk saudaranya tanpa diketahuinya. Hal itu berdasar sejumlah hadits yang ada seputar bahasan ini dan tidak ada larangan meminta orang lain untuk mendoakan kita selama syarat-syaratnya terpenuhi, diantaranya tadi adalah orangnya masih hidup dan hadir (baca: ada di hadapan kita).
Keempat, penjelasan dari Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i diatas berasal dari fatwa beliau ketika ditanya mengenai hal ini. Pembaca Alukatsir Blog bisa melihat naskah berbahasa arabnya disini.
Demikian dari saya dan mudah-mudahan bermanfaat.
Diterjemahkan dan disusun oleh Syadam Husein Al-Katiri
di Madinah, 29-05-1438 H
***
0 Komentar